DISINTEGRASI
Di Indonesia pergolakan daerah sangat mungkin terjadi jika ikatan primordial kedaerahan yang mendorong sentimen kedaerahan berkembang tidak sebanding dengan sentimen nasional. Ini bisa pula terjadibila integrasi sosial antara kelompok kelompok masyarakat secara relatif tumbuh atas paksaaan dan konsensus bersama kurang dikembangkan. Pergolakan ini pada akhirnya dapat mengarah pada disintegrasi.
Disintegrasi atau disorganisasi adalah suatu keadaan ketika tidak ada keserasian pada bagian-bagian dari suatu kesatuan. Misalnya, agar masyarakat dapat berfungsi sebagai organisasi.
Disorganisasi tidak semata-mata terjadi karena pertemtangan-pertentangan yang meruncing seperti misalnya peperangan, tetapi dapatpula terjadi akibat terhambatnya lalu lintas komunikasi atau berfungsinya seluruh komponen organisasi tersebut.
Masalah yang sering timbul adalah disorganisasi dalam masyarakat seringkali dihubungkan dengan moral, yaitu anggapan anggapan tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Pemogokan buruh misalnya. Jadi, disorganisasi tidak selalu berkaitan dengan persoalan moral. Mencuri Jelas merupakan perbuatan tidak terpuji, tetapi tidak mnyebabkan disorganisasi pada masyarakat tersebut.
Apabila suatu masyarakat berada dalam keadaan disintegrasi, maka keseimbangan, keserasian atau harmoni dalam hubungan hubungan sosisal sebagai keadaan yang yang diidam-idamkan menjadi terganggu atau mengalami kegoyahan. Dengan demikian, individu-individu anggota masyarakat tidak lagi mengalami ketentraman dan ketertiban, tetapi menghadapi konflik atau pertentangan-pertentangan yang diakibatkan oleh perbedaan persepsi akan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang telah berubah.
Ada beberapa gejala awal disintegrasi atau disorganisasi sosial, antara lain sebagai berikut:
1. Tidak adanya persamaan pandangan (persepsi) anatara anggota masyarakat mengenai tujuan yang semula dijadikan pegangan atau patokan oleh masing-masing anggota masyarakat.
2. Norma-norma masyarakat tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai alat pengendalian sosial untuk mencapai tujuan masyarakat.
3. Terjadi pertentangan anatara norma-norma yang ada di dalam masyarakat.
4. Sanksi yang diberikan kepada mereka yang melanggar norma tidak dilaksanakan secara konsisten.
5. Tidakan-tindakan para warga masyarakat tidak lagi sesuai norma-norma masyarakat.
6. Terjadi proses sosial yang bersifat disosiatif, seperti persaingan, pertentangan, ataupun kontraversi seperti menghasut, memfitnah, mengganggu melakukan psy-war (perang urat syaraf), dan bentuk kontraversi lainnya.
Jika dalam suatu masyarakat telah tampak gejala-gejala seperti disebutkan di atas, maka dapat dipastikan bahwa didalamnya tidak akan terjadi pola kehidupan yang serasi lagi. Pola tersebut dapat dicapai jika segenap unsur yang ada di dalam masyarakat dapat saling menyesaikan diri sehingga terintegrasi dengan kokoh meskipun berbeda-beda.
Pada tahap lebih lanjut, pola pikikehidupan yang tidak menyatu (disintegrasi) ini akan menimbulkan gejala-gejala kehidupan sosial yang tidak normal (abnormal), yang disebut masalah-masalah sosial (social problem). Masalah-masalah sosial yang terjadi di dalam masyarakat dapat berupa berupa prilaku-prilaku warga masyarakat yang menyimpang dari norma yangberlaku (pelacuran atau postitusi, penggunaan obat-obatan terlarang) atau pelanggaran terhadap hukum atau masalah-masalah yang bersifat merusak (destruktif) ikatan-ikatan sosial (kemiskinan, disorganisasi keluarga). Menurut Soejono Soekanto, masalah-masalah sisoal timbul karena ada integrasi yang harmonis antara lembaga-lembaga kemasyarakatan atau akibat adanya individu-individu yang mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan macam-macam hubungan sosial yang telah ada.
By: Anjar Subiantoro
0 Comments:
Posting Komentar